Selasa, 03 Maret 2015

Review Film: Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Film Pelayarputihan Yang Memukau

sampul film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

sampul novel karya Buya Hamka
Belakangan ini pelayarputihan novel (pemindahan sebuah novel ke dalam film) mulai ramai terjadi. Pelayar putihan sendiri muncul pada tahun 1970an tepatnya tahun 1978. Salah satu film tersebut adalah “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” yang dirilis filmnya pada tanggal 19 Desember 2013. Film tersebut merupakan sebuah mahakarya nan epik yang diproduksi oleh Soraya Intercine Films dan diadaptasi dari novel mega bestseller karangan sastrawan sekaligus budayawan H. Abdul Malik Karim Abdullah/ Hamka yang diterbitkan tahun 1938.Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck mampu menyajikan sebuah kisah cinta yang cukup menyayat hati dan batin. Di sutradarai oleh Ram Soraya & Sunil Soraya, ditulis skenario oleh Donny Dhirgantoro & Imam Tantowi, dan disunting oleh Sasta Sunu.

teaser poster untuk Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

            Film ini disebut-sebut sebagai “The Best Epic, Tragic, And Romantic Indonesian Movie That Ever Made” oleh para penontonnya. Bagaimana tidak, dipadu dengan sinematografi dan akting memukau dari ketiga pemain utama yakni: Herjunot Ali (Zainuddin), Pevita Pearce (Rangkayo Hayati), dan Reza Rahadian (Aziz) mampu memuculkan feel dan emosi yang sampai ke penonton lewat tiap scene yang mereka bawakan. Ditambah tokoh pendamping, Randy Danistha (Nidji) yang cukup mengundang tawa ditengah tegangnya plot yang tersaji lewat karakter Bang Muluk. Aktris dan aktor lain yaitu Arzetti Bilbina (Ibu Muluk), Kevin Andrean (Sophian) Jajang C. Noer (Mande Jamilah), Niniek L. Karim (Mak Base), Musra Dahrizal Katik Rajo Mangkuro (Datuk Hayati), Gesya Shandy (Khadijah), Femmy Prety, Dewi Agustin, dll.

Film ini menggunakan product placement  tahun 1930an yang menjadikan film tersebut menjadi film termahal yang pernah diproduksi Soraya Intercine Films. Film ini menghabiskan waktu 5 tahun untuk proses produksinya dengan proses penyuntingan 6 bulan dan menghasilkan film berdurasi 2 jam 49 menit. Penulis skenario film ini melakukan riset yang mendalam dalam menulis skenarionya seperti mulai dari memperhatikan kapalnya hingga adat Minang, latar serta properti seperti mobil, baju dan barang-barang era 1930an juga. Proses pengambilan gambar juga diambil langsung dari tanah Minangkabau, Jakarta, Bandung, dan Makassar.

            Sekilas cerita, kisah dalam film ini merupakan kisah yang menekankan budaya lampau “kawin paksa” di adat Minangkabau. Sang gadis yang dikawini paksa adalah tokoh Hayati, seorang gadis cantik jelita yang menjadi bunga di persukuannya. Dan  sang pujaan hati sang gadis yaitu tokoh Zainuddin, sorang pemuda bertanah kelahiran Makassar berlayar menuju kampung halaman ayahnya Padang Panjang. Di sana, ia bertemu dengan Hayati, kedua muda-mudi itu jatuh cinta. Namun, adat dan istiadat yang kuat meruntuhkan cinta mereka berdua. Zainuddin hanya seorang melarat yang tak bersuku. Oleh sebab itu, ia dianggap tidak memiliki pertalian darah lagi dengan keluarganya di Minangkabau. Sedangkan Hayati adalah perempuan Minang santun keturunan bangsawan.  Pada akhirnya, lamaran Zainuddin ditolak keluarga Hayati. Hayati dipaksa menikah dengan Aziz, laki-laki kaya terpandang yang lebih disukai keluarga Hayati. Karena kekecewaannya itulah, Zainuddin pun memutuskan untuk berjuang melawan keterpurukan cinta dan hidupnya dengan membuka lembaran hidup yang baru.



bagian scene saat bertemunya Zainuddin dan Hayati 
Di awal mulanya film ini berlatarkan tahun 1930an di tanah Makasar. Zainuddin pergi berlayar ke kampung halaman Ayahnya di Batipuh, Padang Panjang. Sesampainya ia di sana, ia bertemu seorang gadis cantik yang bernama Hayati. Mereka berdua saling jatuh cinta namun adat-istiadat meruntuhkan cinta mereka. Zainuddin orang yang tidak mapan dan tidak bersuku sedangkan Hayati adalah gadis Minang yang santun dan keturunan bangsawan. Adat Minang bernasabkan garis keturunan ibu, sedangkan Zainuddin memiliki seorang ibu berdarah Bugis bukan Minang (statusnya dalam masyarakat Minang yang bernasabkan garis keturunan ibu). Pada adegan atau cerita ini dapat kita lihat jelas bahwa pada zaman dahulu Indonesia masih berpegang teguh pada adat-istiadat yang berlaku disetiap daerah dan tidak bisa diganggugugat oleh apapun.

Zainuddin yang menerima surat penolakan dari Keluarga Hayati

         Zainuddin yang sudah terlanjur mencintai Hayati sehingga dia memutuskan untuk melamar Hayati. Namun lamarannya ditolak oleh keluarga Hayati. Hayati dipaksa menikah dengan Aziz yaitu kakak Khadijah (Teman baik Hayati) karena dia lebih terpandang,dan jelas keturunan Minangnya daripada Zainuddin. Zainuddin merasa tersakiti dan memilih untuk merantau ke Surabaya untuk melupakan kepedihannya dan membuka lembaran hidup baru. Zainuddin selalu menuangkan pengalamannya dalam lembaran-lembaran kertas yang kemudian cerita pengalamannya membawa ia ke gerbang kesuksesan. Dia menjadi orang yang terkenal di seluruh Nusantara karena karya tulis nan indah yang ia buat. Pada cerita ini dapat kita lihat bahwa keterpurukan karena cinta dapat membuahkan sebuah kesuksesan apabila kita bangkit dan menganggap itu sebagai hal positif.


          Zainuddin pergi merantau dengan tujuan melupakan Hayati, namun tanpa disangka mereka bertemu di sebuah pertunjukan tetapi Hayati datang bersama suaminya sekarang, Aziz. Aziz, suami Hayati adalah lelaki yang mapan namun tak disangka Aziz suatu waktu mengalami kebangkrutan karena terlilit hutang dimana-mana akibat kebiasaan buruknya berjudi dan hidup berfoya-foya. Dengan terpaksa, mereka bertempat tinggal bersama dengan Zainuddin. Karena merasa malu, Aziz pun pergi merantau untuk mencari pekerjaan tanpa membawa Hayati.






                Aziz merasa bersalah karena Zainuddin, sehingga ia nekat untuk mengakhiri hidupnya dan melepas Hayati sebagai istrinya. Zainuddin pun meminta Hayati untuk pulang kampung ke halamannya, yaitu “Tanah Minangkabau yang kaya dengan adat, yang tak lapuk oleh hujan dan tak lekang oleh panas” karena ia tertelan amarahnya. Hayati pulang dengan Kapal Van der Wijck dan di tengah perjalanan, kapal tersebut tenggelam danakhirnya karam. Zainuddin mengetahui berita tersebut dan menyesal karena telah melepas Hayati untuk yang kedua kalinya. Namun, keterpurukan tersebut membuat ia bangkit kembali dan tetap melanjutkan hidupnya dengan terus berkarya.

Jika dibandingkan dengan film yang sejenis sepert “Dibawah Lindungan Ka’bah” memang sangat terlihat, di film ini efek suara dan editingnya lebih bagus. Di film Dibawah Lindungan Ka’bah, barang propertynya masih terlihat lebih modern dan menjadi penonton kurang terbawa dalam adegan scene itu. Film Kapal Van Der Wijck juga lebih menonjolkan unsur adat dan budaya, sedangakan film Di Bawah Lindungan Ka'bah lebih menonjolkan usur religi.

Sayangnya dibalik kesuksesan film ini, sempat menuai protes dari masyarakat Minangkabau lantaran kostum yang dipakai Hayati (Pevita Pearce) dalam poster maupun film tersebut terlalu terbuka tidak sesuai dengan Hayati yang ada dalam Novel. Di novel Hayati diceritakan sebagai gadis kuat adat & taat agama dengan selalu memakai jilbab dan berpakaian sopan, namun di  film malah digambarkan Hayati yang sempat berpakaian terbuka (dress).  Bahasanya  memang agak sulit dimengerti, durasi film yang terlalu lama, tidak terlalu menonjolkan apa yang seperti judul filmnya (Tenggelamnya Kapal Van der Wijck), dan tidak terlihat penyebab jelas kapal Van der Wijck tenggelam.


Film ini secara keseluruhan bagus sekali kejelekannya termaafkan dan bahkan hampir tidak disadari dari setiap scenenya.  Salah satu saran yang mungkin bisa lebih membangun hanya kemampuan menampilkan efek visual Kapal van der Wijck. Sepertinya di extended version dibuat lebih gelap dan lebih bagus meskipun tetep keliatan seperti tempelan. Hal lainnya yang mungkin bisa diperbaiki adalah acting nanggis Hayati yang kurang halus. Zainuddin di awal cerita juga terkesan terlalu gampang menanggis. Topik yang diangkat  cerita cinta masa lalu yang malu-malu, surat-suratan, dan berbagai kesederhanaan dan ketulusan yang ditampilkan seakan  membuat saya sendiri sebagai penonton kembali percaya kalau ketulusan cinta itu bukan sekedar donggeng belaka.  Pengambilan gambarnya pun indah-indah dan sangat indah. Pengambilan gambar, pemilihan warna membuat  puas yang menonton film ini dan tak rela meninggalkan setiap adegannya. 

Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck yang merupakan adaptasi dari novel karya Buya Hamka ini memberikan pesan moral yang sangat luar biasa. Film ini dapat menjelaskan kembali bagaimana kentalnya kebudayaan Indonesia dimasa lampau, dapat memotivasi anak muda untuk selalu hadapi masalah dan bangkit dari keterpurukan, serta dapat mengenalkan pada masyarakat tentang kemahsyuran bangsa Indonesia zaman dahulu.



Trailer film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”

Ditunggu komentarnya ya teman-teman, terimakasih telah membaca dan dikomentari ;)) :D

18 komentar:

  1. Secara keseluruhan bagus, namun sepertinya terlalu panjang, sehingga terlihat bertele2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyak wkkwkwk, banyak refrensi gua fik jadi banyak kalimat...

      Hapus
  2. Keren dan penulisnya cantik eh salah bintang filmnya yang cantik

    BalasHapus
  3. secara keseluruhan sudah bagus kelebihan dan kekurangan film sudah dicantumkan dengan sangat baik,tetapi pembahasannya terlalu panjang sebaiknya dibuat lebih singkat agar yang membaca mudah memahami

    BalasHapus
  4. Secara keseluruhan sudah bagus, sudah sangat baik mengikuti struktur.teks ulasan. Tapi menurut saya kekurangannya hanya pada bagaimana penyampaiannya. Mungkin akan lebih baik kalau kita membuatnya dengan bahasa kita sendiri:) tapi semuanya suda bagus sekali. Semoga makin berkarya! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Okedehh ther..ada bbrp sih yg copas makanya jadi rada bagaimana gituh bahasanya

      Hapus
  5. Bagus mit. Tapi ada bebera pengulangan cerita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe iya bu, itu di bagian orientasi sm tafsiran isi nya diulang lagih bu ..

      Hapus
  6. Lumayan Bagus, sudah ada semua unsurnya. tetapi harus lebih sedikit berimprovisasi, jangan terlalu mengikuti yg dibuku sehinggan pembaca pun nyaman...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasihh ekallzz. Iya kal itu blom secara keseluruhan gua edit kalimatnya..cuman bbrp aja hehe..makasih ya

      Hapus
  7. bagus mit, tapi ada pengulangan trs kayaknya ada beberapa paragraf yg sama kayak gua, great

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih miau.., mungkin kita sama ngambil linknya mi..trs gua ngeditnya ga terlalu banyak jadi ketara bngt miripnya. Makasih yee wkwk

      Hapus
  8. Assalamu'alaikum wr wb, saya dr Scientiaaliis. menurut saya review film ini sudah baik, pemakaian diksinya juga pas untuk sebuah resensi. namun ada beberapa kesalahan seperti beberapa kalimat pengulangan cerita, sehingga terkesan bertele-tele, lebih baik agar efisien dalam penulisannya. selain itu akan lebih baik jika gambar yang diselipkan tiap tulisan punya keselarasan dengan tulisan sebelum gambar tersebut, maupun sesudah,. mohon maaf apabila banyak kesalahan.

    BalasHapus
  9. Over all itu udh bagus mith. Tapi ada beberapa kata yg typo hehe. Penjelasannya juga sudah sangat mendetail, tapi kalo bisa lebih dipersingkat-padatkan lagi yaa. Nice job mith(y) semangArt!

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya anyss maaciw yach coment"nya :333, iyanih nis aku bikinnya pas lg ngantuk..begadang bikinnya wkwkwkwk makasih ya nis :**

      Hapus